METROPOS.CO | Manusia cenderung untuk menjalin hubungan dengan orang lain, bahkan dekat dengan seseorang menjadi faktor penting untuk mencapai kebahagiaan. Hubungan antarmanusia itu tidak pernah statis, akan selalu ada dinamika seiring berjalannya hubungan itu sendiri. Kita pasti memiliki lebih dari 1 hubungan. Baik itu hubungan romantis, persahabatan, rekan kerja, atau bahkan dengan followers di media sosial, seluruh hubungan itu akan melewati stage yang berbeda.
Sebelum melanjutkan hubungan lebih dekat, kita telah memprediksi orang lain dari gesturenya, caranya berpakaian, berdandan, gaya bicaranya, lantas membuat kesimpulan seperti apa orang tersebut, apa responnya jika diberi pertanyaan seperti ini, apa pandangannya mengenai ini, dan lain sebagainya. Setelah punya persepsi tersendiri tentang orang tersebut, kita akan dapat memutuskan untuk melanjutkan hubungan atau tidak, sedalam apa, apa yang bisa dibahas bersama, apa yang harus dihindari, demi menjaga keberlangsungan hubungan.
“Halo Nama Kamu Siapa”
“Jurusan Kamu Apa?”
Dua contoh pertanyaan pada orang yang baru dikenal tersebut, dikategorikan ke dalam dua tahap berbeda. Sekilas memang terlihat seperti proses perkenalan awal saja. Tapi ternyata, ketika kamu sudah mulai penasaran ataupun iseng saja ingin tahu background dari seseorang, kamu akan menanyakan lebih dari sekadar nama. Seperti jurusannya jika dia mahasiswa, atau apa posisimu di perusahaan ini jika dia rekan kerjamu.
Tahap ini dinamakan involvement stage, kamu akan mempertimbangkan apakah akan semakin dekat dengan orang ini atau tidak. namun untuk memulai kontak dengan orang lain tidak bisa disamaratakan dalam berbagai situasi. Saya sebagai orang Indonesia misalnya, ingin berkomunikasi dengan turis dari negeri barat, saya tidak bisa langsung menanyakan hal yang bersifat pribadi pada perkenalan pertama, bahkan untuk menanyakan nama sekalipun, itu bisa saja sesuatu yang kurang direspon, karena dirasa itu adalah privasi. Apalagi jika si turis memang tidak berencana membangun hubungan dengan orang sekitar, bahkan terkadang untuk menjawab sapaan saja ada yang tidak merespon sama sekali.
Komunikasi antar pribadi mempunyai dua kemungkinan, bertahan atau berakhir. Tentu tidak bisa dihakimi mana yang paling baik, tapi yang mungkin paling benar adalah lebih cermat untuk memilih dengan siapa kita berteman, berpasangan, bekerja. Karena selama kita berkomunikasi dengan seseorang tentu akan ada banyak informasi dan emosi yang akan kita bagi. Pada tahap hubungan yang lebih intim, kita perlu membuat komitmen, dan bahkan menguji pasangan atau teman kita dengan cara tersendiri untuk membuktikan apakah hubungan dengannya bisa berlanjut. Pasti akan ada berbagai ketidaksepahaman dan masalah yang berujung pada konflik lantas hubungan itu kian merenggang, retak, lalu hancur.
Masing-masing individu kemungkinan akan memisahkan diri dari sang mantan secara fisik ataupun psikis. Secara fisik bisa berupa pindah ke Lokasi baru, dan secara psikis berusaha menjauhkan ingatan dari tokoh masa lalu seperti membuang barang-barangnya, menghapus foto bersama, unfollow di media sosial, dan ada banyak cara seseorang untuk melupakan. Tapi yang unik dari teori dan tahapan membangun hubungan antar pribadi adalah, kemungkinan untuk dekat kembali tentu ada. Pasangan yang sudah bercerai bisa rujukan atau sekadar menjadi teman di klub kegemaran yang dulu dihadiri bersama. Karena, sejauh apapun gap yang dibangun untuk memisahkan diri dari orang lama yang berkonflik dengan kita, akan ada potensi untuk bertemu, bersekolah, bekerja, di tempat yang sama lagi.
Hubungan interpersonal atau antarpribadi tidak hanya bisa terjadi dalam interaksi langsung saja, tapi bisa juga di media sosial atau dunia daring. Bisa diilustrasikan seperti ini, muncul notifikasi di Instagram dari seseorang, untuk menerima atau menolak permintaan mengikuti akunmu. Disini, sudah terjadi tahap awal dalam kontak yakni persepsi, yang mana kamu memprediksi, mengolah, dan memahami informasi dari seseorang. Persepsi ini sangat memengaruhi apakah kamu menerima hubungan ini.
Untuk meyakinkanmu, kamu akan mengunjungi akunnya, lalu melihat postingannya dari yang terbaru hingga paling awal, barangkali. Lalu kamu melihat sorotan ceritanya, siapa yang mengikuti dan diikutinya. Lalu kamu sudah bisa menyimpulkan dan memutuskan untuk mengkonfirmasi permintaan mengikuti itu dan membalas direct messagenya atau tidak. Kamu lalu menerimanya dan membalas direct messagenya. Hari ini dia bertanya nama lengkapmu karna usernamemu aneh sekali, esoknya dia menanyakan profesimu, selanjutnya dia mengomentari postinganmu di tempat makan favoritmu bahwa dia juga gemar makan kesana, ternyata kalian berada di kota yang sama.
Media sosial sangat membantu dalam membentuk branding diri, sehingga siapapun yang penasaran denganmu akan langsung nge-stalk akun media sosialmu dan mempunyai Gambaran siapa dirimu. Jika dikaitkan dalam teori hubungan, ada teori hubungan yang dibangun atas minat yang sama. Orang yang mendapati kesamaan dari postingan atau cerita yang kamu bagikan di media sosial kemungkinan besar akan berasumsi kamu adalah teman yang asik untuk diajak ke perpustakaan, jika kamu sering mengirimkan kutipan di buku atau membuat konten review buku.
Sosok yang menarik secara penampilan atau body languagenya juga akan diasumsikan mudah untuk diajak ngobrol dan dijadikan teman dibandingkan yang berpenampilan seperti menutup diri. Karena, sebelum berbicara dengan orang baru kamu sudah memperkirakan respon dari orang tersebut. Sehingga, media sosialmu mesti dibangun sesuai dengan apa first impression yang kamu harapkan ditangkap oleh orang lain. Di dunia serba online kini, untuk dapat diterima dipekerjaan saja, ada sejumlah perusahaan yang melihat track record-mu di media sosial. Sehingga, untuk mendapat kemudahan dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang kamu harapkan, bisa dimulai dari merapikan dan membentuk semacam portofolio di media sosial siapa dirimu.
Hubungan memang akan lebih mudah berlangsung jika memiliki kesamaan, namun ada juga teori penetrasi social dalam teori-teori pembentuk hubungan antarpribadi ini. Yang berfokus pada apa yang terjadi dalam perkembangan hubungan, ketika kebanyakan teori berbicara tentang apa yang membuat hubungan berkembang. Misalnya suami dan istri yang memutuskan bercerai, ada sejumlah topik yang tidak mungkin dibahas saat masih menjadi pasangan, malahan pada kondisi sudah berpisah lama barulah mereka bisa mengobrolkan hal-hal yang belum bisa dibicarakan dahulunya Ketika berkomitmen menjadi suami istri, dan saat kini membangun hubungan pertemanan alih-alih pernikahan.
Tidak semua hubungan harus dipertahankan, karena mesti ada komitmen dan interaksi dari diri kita terus menerus yang harus dipertanggung jawabkan. Kamu harus tahu mana saja hubungan yang worth it dilanjutkan atau tidak. Ada sejumlah pertanyaan yang bisa kamu jawab:
1. Do my relationships help to lessen my loneliness?
2. Do my relationships help me gain in self-knowledge and in self-esteem?
3. Do my relationships help enhance my physical and emotional health?
4. Do my relationships maximize my pleasures and minimize my pains?
5. Do my relationships help me to secure stimulation? (intellectual, physical, and emotional)
Setelah menjawab lima pertanyaan tersebut, mungkin kamu punya sejumlah list nama untuk dieliminasi, atau bahkan semakin yakin bahwa hubunganmu dengan bestie, rekan kerja, tetangga, followers Instagram, mana yang layak dipertahankan.
Sangat menarik bahwa ternyata tanpa disadari, hubungan kita dengan orang lain ada tahapan dan teori yang mendasarinya pun dapat berbeda. Hubungan pun dikelompokkan menjadi keluarga, pertemanan, romansa, rekan kerja. Kedekatan dan interaksi yang ingin dijalankan bisa disesuaikan menjadi lebih akrab atau biasa saja.
Tentu ada dinamika dalam membangun hubungan dengan siapapun, mulai dari PDKT alias pendekatan atau contact stage, lalu ada tahap involvement, intimacy, repair karena akan ada masanya suatu hubungan merenggang dan mulai muncul masalah-masalah, kemudian dengan adanya gejolak tersebut ada kemungkinan kerusakan hubungan hingga berakhir dengan pemisahan diri dari seseorang dan segala hal yang berkaitan dengannya. Contoh yang dapat dilihat di dunia selebriti, ialah aktor dan aktris yang putus hingga yang bercerai, akan saling unfollow atau bahkan memblokir akun si mantan untuk menjauh dari segala postingan dan cerita yang dulunya berisi memori berdua. Tapi perpisahan tidak menutup kemungkinan adanya kondisi lain di masa mendatang yang membuat menjalin hubungan Kembali baik terpaksa maupun tidak.
Penulis: Syifa Aulia (Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)
Kategori: Opini